CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 26 Maret 2011

Keangkuhan

Aku harus  mendapatkan dia, putus Putra dalam hati tanpa perlu menimbang berlama-lama. Perasaan tertariknya begitu kuat, padahal ia baru sekali melihat gadis itu. Itupun dalam jarak lebih dari lima puluh meter ketika gadis itu melintasi di tepi lapangan basket bersama kedua temannya. Putra terpana memandangi gadis itu, sampai Ade yang duduk di sebelahnya menyentuh pundaknya.
“wah, tatapannya biasa aja dong”
Putra menoleh, menatap Ade sejenak dengan alis berkerut , lalu memandang ke arah siswa baru itu yang semakin menjauh ke arah kantin. “Hmm, boleh juga tuh anak…”
“Yang mana?” kata Ade tak mau ketinggalan.
“Itu yang  rambutnya terurai sampai bahu. Anak baru kan?”
“Oo, yang itu…Iya siswa baru. Berat saingannya, kau harus cepat”
Kerut di alis Putra semakin dalam. “why? Mengapa??”
“Soalnya gag Cuma kau yang naksir dia”
“kok tahu?”
“Karna aku juga naksir dia” tawa Ade pecah
“Ah, kalau Cuma sama kau itu mah keciiil!”
“Kecil bagimu, berat buat aku lah…” Ade tertawa lagi.
Tiba-tiba tawanya berhenti dan sikapnya kembali seius.
“Maksud aku, semua cewe kalau tahu dia jadi rebutan pasti jual mahal lah. Itu kan hal yang alami ?”
“Ah, nggak ada urusannya dengan alamiah”tukas Putra dengan yakin. “Aku justru suka yang jual mahal. Aku kan juga bukan muharan”
Dengan penuh percaya diri, Putra pergi ke kantin. Dia melihat gadis itu di antara para pengunjung yang ribut. Situasi terlalu ramai dan tak ada kesempatan untuk menarik perhatian gadis itu. Jadi Putra memutuskan untuk menunda pedekatenya.
 ***
“Rina, ada yang titip salam buat kamu” kata Mira ketika Rina baru saja datang, pagi itu.
“Ah, bosen!” sahut Rina dengan sedikit kesal. Yang benar saja belum lama dia sekolah disini tapi sudah berpuluh-puluh salam di terimanya. Ia sadar dirinya memang cantik tapi kenapa juga cowok-cowok itu bersikap seperti itu.
“Jangan begitu dulu, Rin. Yang titip salam sama kamu ini special. Putra” kata Mira sangat antusias.
Putra?? Siapa pula itu? Betapa mulianya dia sampai disebut Mira begitu Special.
“Kamu udah tau si Putra kan ??” tanya Mira begitu antusias
Rina menggeleng, tanpa minat untuk tahu.
“Dia itu cowok paling keren di sekolah kita, paling top, paling…bla..bla..”
“Udah ah! Aku gag tertarik tuh, lagian aku juga nggak ada urusan sama dia.”
“Kamu memang aneh deh, kalau kamu menolak cowok lain sih aku masih maklumi tapi ini special, Putra ,Putra gitu loh!! Semua cewek pada berlomba-lomba ingin dekat sama dia. Tapi kamu…”
“Kamu serius nggak mau salam balik sama dia?”
Rina hanya menggerakkan bahunya tanda sebagai tidak tertariknya dia bersama dewa special yang di bangga-banggakan Mira itu, bersyukur Bu Ras guru biologi memasuki kelas.
 ***
Malam itu Putra sangat gelisah di kamarnya. Wajah manis Rina terbayang di benaknya. Dan berita yang di bawa oleh Mira sangat mengecewakan bahwa gadis itu menolak salamnya.  Betapa angkuhnya! Sombong! Dia pikir dirinya siapa! Pikiran itu terus memenuhi pikiran Putra.
Lalu tiba- tiba dia teringat salam dari cewek-cewek yang di tolaknya, dia mulai menyadari betapa sombong dan angkuhnya dirinya saat menolak salam mereka tanpa memikirkan perasaan mereka. Perasaan mereka itu yang di rasakan Putra sekarang . Rasa sakit yang berkecamuk di hatinya. Dia muali berpikir untuk merubah segala sikapnya.
“Aku nggak suka mainin perasaan orang , De. Aku nggak mau mereka berharap banyak dengan aku” kata Putra yang selalu mengabaikan salam- salam dari cewek-cewek itu.
Memang benar dan masuk akal alasan Putra. Alasan lainntya juga dia tidak menyukai orang yang suka padanya. Padahal apa tak ada caranya yang lebih lembut untuk tidak melukai hati orang itu ? setidaknya hanya ajakan untuk bersahabat,teman bahkan sekedar berkenalan. Begitu lah penyesalan selalu dating di akhir.
 ***
Bel istirahat bordering. Guru keluar, dan Rina memasukkan bukunya ke tas di sebelahnya telah ada Mira yang menunggunya.
“Kita ke perpus dulu ya, Mir”
“Ah, ngapain ?? ke kantin dulu deh”
“Bentar aja, Mir. Aku perlu bacaan nih buat besok kan minggu”
“iya deh, tapi bentar aja ya”
Mereka melangkah tanpa tergesa- gesa. Saat melewati lapangan basket langkah Mira terhenti dan matanya mencari-cari sosok Putra.
“Ko Putra nggak ada yah? Biasanya kan dia nongkrong di sekitar sini aja”
“Buat apa nyari dia? Putra lagi, Putra lagi” Kata Rina dengan acuh tak acuh.
“Ya…buat kamu lah”
“Ngapain sih kamu yang repot, Mir? Kan kalau aku yang pacaran aku yang jalanin bukan kamu”
“Ya…seperti ada kebangga aja buat aku karna sobatku pacaran dengan orang sekeren,setop,se….”
“Stop!! Mulai lagi kan! Kayak hal itu nggak perlu dibahas sekarag deh lagian kita kan masih kelas satu, Mir.”
“Justru karna masih kelas satu itu kita, kalau udah kelas tiga mah kita harus focus ujian lah, persiapan kuliah lah. Indahnya masa remaja itu mesti di nikmati. Asal jangan kelewatan batas aja kan?”
“Terus kenapa kamu nggak pacaran?”
“Belum ada yang di taksir aja”
“Belum ada yang di taksir apa yang naksir??” kata Rina bercanda
“dua-duanya”
Mira dan Rina tertawa ringan. Lalu keduanya masuk ke ruangan perpustakaan.
 ***
Putra tengah sibuk dengan catatan Fisikanya, waktu Ade masuk dengan wajah penuh semangat.
“Put, cewek taksiran mu ada di perpus tuh” kata Ade terengah-engah.
“oh”
“Dingin sekali sikap kau itu. Berbalik seratus delapan puluh derajat saat di lapangan waktu itu”
“Nggak penting, De. Bukan tipe aku ngejar-ngejar cewek seperti itu. Ada yang lebih penting.”
“Maksud kau. Kau mudur dari saingan ini ?”
“Mungkin seperti itu. Sekarang, silahkan kejar putri-mu itu” lalu Putra melanjutkan catatannya.
Ade sangat bingung melihat perubahan sikap Putra , lalu perlahan bangun dan pergi.
Sepeninggalan Ade, Putra bingung dengan perasaannya Apakah dia akan mendatangi pujaan hatinya atau tetap dengan cacatannya ini. Di lain sisi, di lain sisi dia ingin sekali mengejar gadis itu akan tetapi dia mengurungkan niatnya.   
Apakah memang benar Rina menolak salamnya ? tidak menjawab bukan berarti menolakkan. Wajah gadis itu dan perkataan Mira terngiang-ngiang di pikirannya.
Perkataan Mira tengiang di pikirannya, bukan dia bermaksud menolak Putra. Tapi dia juga belum menemukan sosok cowok yang di inginkannya.
 ***
“Rin, masih lama nggak? Cepatan!” kata Mama di luar bilik ganti baju.
“Ayo, Mah. Udah kelar nih” kata Rina sambil keluar dari bilik tersebut. Mereka pun berjalan keluar salon itu. Siang hari itu Rina bersama mamanya pergi ke salon. Ini memang pekerjaan rutin Rina menemani mamanya ke salon. Tapi dia tidak menyangka bahwa pekerjaannya kali ini mempertemukan dia dengan seorang cowok…
Sosok cowok yang begitu di tunggu-tunggunya. Matanya begitu tajam hingga bisa membuat Rina terpesona.
“Lina!”Kata Mama
“Erin? Erin, kan? Aduh lama sekali ya kita baru ketemu” Jawab teman Mama yang bernama Lina tadi. “Anak kamu ganteng”
“Anak kamu cantik. Ayo, Put kenalan dulu”
“Putra”
“Rina” betapa kagetnya Rina mendengar nama. Apakah ini Putra? Putra yang di bilang Mira itu special?
“Mah, Aku nggak mau nunggu. Kalau Mama udah kelar hubungi aku aja” Tanpa menunggu jawaban mamanya Putra langsung meninggalkan lokasi itu.
Ada rasa kecewa dan tersinggung melesit di hati Rina. Kalau memang itu Putra, kenapa dia bersikap tidak sopan seperti itu, bukannya dia harusnya senang bisa ketemu aku.
“Aduh, Maaf ya Rin. Putra itu gitu sering malu ketemu cewek padahal udah dewasa gitu. Kamu nggak tersinggung kan?” kata Tante Lin dengan lembut.
“Eh, nggak kok, tante.”
“Yasudah, Lin kita duluan ya” kata Mama.
 ***
Pagi-pagi Rina menunggu Mira di kelas tapi hingga masukan juga Mira tidak kunjung datang. Dia sangat penasaran dengan Putra yang salam padanya.
Bel istirahat pun bordering.
“Hallo” Sapa seseorang di seberang sana.
“Mir, kamu kok gag masuk sekolah sih ?”
“Au lagi sakit, Rin”
“yah, padahal aku ada perlu sama kamu”
“Yasudah kerumah aja, aku tunggu deh”
“Ok, pulang sekolah aku kerumah ya”
 ***
Bel Pulang sekolah bordering. Rina buru-buru menyimpun bukunya lalu berlari kecil menuju parkiran.
Tiba lah Rina di sebuah komplek perumahan dan sekarang didepan rumah berwarna orange. Rina memencet bel rumah tersebut tapi tak kunjung orang tersebut menjawab .
Tiba-tiba..
“Eh, Rina! Kok nggak bilang sih kalau sekelas dengan Mira”
“Tante Lin?!” Alangkah kaget Rina ketika melihat Tante Lin dirumah Mira.
“Ayo masuk, Rin” Tiba-tiba Mira muncul dan menarik tangannya. Kekagetan Rina nggak sampai situ aja. Tiba-tiba sosok cowok yang di temui di parkiran salon itu turun dari lantai atas dan tatapan matanya masih sedingin waktu ketemu pertama kali itu.
Sekarang kamu pasti tahukan bagaiman seharusnya sikap Rina ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar